cpnspppk.org - Tinggal 7 bulan lagi sampai jadwal penghapusan tenaga honorer sudah ditetapkan, Rifqinizamy sebagai salah satu anggota Komisi II DPR menyampaikan revisi PP manajemen PPPK akan menjadi kado Lebaran bagi tenaga honorer.
Anggota Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, melihat bahwa salah satu dasar permasalahan tenaga honorer adalah revisi PP manajemen PPPK yang tak segera tuntas.
Menurutnya, revisi terhadap PP No. 49 Tahun 2018 yang mengatur perihal masa berlaku tenaga honorer hanya sampai November 2023.
Revisi PP No. 49 Tahun 2018 ini juga akan menjauhkan kemungkinan adanya PHK massal bagi seluruh tenaga honorer.
“Saya kira dengan waktu yang kurang dari 6 bulan ke depan, sampai tanggal 28 November 2023,” ujar Rifqinizamy. “Di mana PP No. 49 Tahun 2018 memberikan norma pada kita agar menghapus seluruh pegawai non-ASN,” tambahnya.
Rifqinizamy pun menambahkan bahwa peraturan pemerintah tersebut harus secepatnya diperbaiki, supaya principle guidance yang telah disepakati segera mendapat kejelasan.
“Saya mendorong ini ialah kado lebaran Idul Fitri dari pemerintah bagi teman-teman honorer di Indonesia,” papar Rifqinizamy melalui rapat dengar pendapat dengan Kemenpan RB.
Bersamaan dengan itu, anggota Komisi II DPR RI ini juga berharap agar intervensi digital yang dilakukan oleh Menpan RB, Azwar Anas, dikembangkan.
Perkembangan dari intervensi digital tersebut digunakan dalam mendata jumlah tenaga honorer dan menerbitkan dasar hukum untuk pengangkatannya.
Rifqi mengingatkan, para pejabat berwenang tidak boleh sampai mengangkat tenaga honorer secara sembarangan tanpa adanya dasar hukum yang jelas.
“Jangan sampai, day to day, setiap hari terlalu mudah para pejabat di republik ini, yang sebenarnya tidak memiliki alas yuridis untuk menjadikan seorang honorer mengangkat honorer yang akan terus menerus menjadi beban,” jelasnya dalam RDPU.
“Siapapun menterinya, siapapapun yang duduk di Komisi II DPR RI dari periode ke periode,” imbuhnya.
Menurut anggota yang berasal dari fraksi PDI Perjuangan ini, rencana penghapusan status kepegawaian tenaga honorer bertentangan dengaan visi dari Presiden mengenai UU rencana pembangunan jangka panjang atau RPJPN.
Tak lupa, ia juga memaparkan kalau kenyataannya ada kondisi objektif di beberapa lembaga, dan lebih dari separuh tenaga honorer telah membantu mengabdi pada K/L.
“Ambil contoh dari Kementerian PUPR, diseluruh balai-balai di Indonesia dan hampir 50% adalah pegawai non-ASN,” ujar Rifqi.
Menurutnya, jika kemudian tiba-tiba tenaga honorer tersebut dihapuskan berdasarkan PP No. 49 Tahun 2018, maka visi dari presiden sendiri termasuk UU RPJPN tidak akan berjalan lancar.
Oleh sebab itu, Rifqinizamy memohon pada Menpan RB agar lebih tegas pada para tenaga honorer yang tak terdata dan fokus saja pada intervensi digital demi mencegah perkembangbiakan tenaga honorer yang ganas.
“Saya kira intervensi digital bisa membantu kalau memang dia tidak ada di database dan tidak diotorisasi oleh Kemenpan RB dan juga BKN maka dia bukan tenaga non-ASN yang di acceptance oleh negara,” pungkas Rifqinizamy lagi.
Ia menambahkan, “Karena jika tidak, hari ini kita bicara ada 2,3 juta tenaga honorer, besoj akan bertambah menjadi 2,5 juta, dan akhir tahun nanti menjadi 3,5 juta.”